TANGERANG, Bhayanfkaramerdeka,co.id-gelar mediasi kedua Yayasan Citra Pramita Tangerang Payung Hukum Universitas Pramita Indonesia, dilakukan di dipengadilan Tangerang Kota, dengan dihadiri oleh Ichwan Nugraha Soebadio sebagai Ketua Pembina Yayasan Citra Pramita Tangerang, sebagai tergugat bersama kuasa hukumnya, Bpk Ilham Perwakilan dari Kemenkumham AHU RI, serta Kuasa hukum dari penggugat, yang tidak dihadiri oleh Prinsipal penggugat yakni Bambang Kusumo padahal sudah di beritahu melalui kuasa hukumnya bahwa wajib hadirkan Prinsipal penggugat namun dalam sidang kedua ini tetap tidak hadir maka Tergugat Ketua Pembina Yayasan Citra Pramita Tangerang keberatan dan penggugat tidak beritikad baik sesuai Perma, (04/04/2023).
Persoalan diinternal Universitas Pramita Indonesia (UNPRI)
Membuat Ketua Pembina Yayasan Citra Pramita Tangerang (Ichwan N. Soebadio) angkat bicara serta mengambil sikap tegas, dimana ia menilai telah terjadi pelanggaran berat merusak sistem dalam yayasan Citra Pramita Tangerang dan Universitas Pramita Indonesia (UNPRI), sehingga ketua pembina Yayasan, mengambil keputusan memberhentikan Ketua pengurus dan anggota pembina juga memberhentikan sekretaris pengurus serta Rektor UNPRI.
" kami menduga ia telah melakukan mufakat jahat yang merugikan Yayasan/ Universitas Pramita Indonesia dan menjatuhkan legalitas ketua pembina, dengan sengaja diduga membuat Isu keterangan palsu di Polres Tangerang Selatan dan Membuat Akta notaris otentik tanpa AHU yang tidak terdaftar di administrasi kemenkumham tanpa melalui aturan Ad/Art yayasan atau Undang-undang yayasan," ucap Ichwan N.Soebadio, kepada awak media. Selasa (04/04/2023).
Dikatakan Ichwan lagi, bahwa perbuatan tersebut, dinilai perbuatan melawan hukum dalam memalsukan Akta, dimana Akta tersebut di gunakan untuk menjatuhkan kehormatan ketua Pembina di lingkungan Civitas Akademik Universitas Pramita Indonesia,
" sebenarnya Akta Yayasan no 99 tanggal 15 April 2022 itu berlaku 3 tahun telah berakhir sejak 15 April 2022 namun Pengurus masih melakukan perbuatan sebagai Pengurus serta mengangkat Rektor pada Tanggal 9 Agustus saat masa kepengurusan sudah berakhir maka menurut ketua Pembina hal ini menjadi cacat yuridis, Oleh sebab banyaknya pelanggaran yang di lakukan oleh ketua pengurus dan Rektor maka Ketua Pembina yayasan mengambil sikap tegas namun Ketua Pembina masih baik dengan mengangkat ketua pengurus dan anggota Pembina dalam akta 171 24 Oktober 2022 yang dimana dalam ad/art yayasan ketua pembina berhak mengangkat kembali atau tidak melanjutkan kepengurusannya bila tidak memenuhi aturan apalagi melanggar dengan merangkap jabatan atau mengundurkan diri, namun Ketua Pembina merasa Aneh kenapa setelah Akta tersebut terbit untuk menyelamatkan para pengurus yang berpotensi menjadi penyalahgunaan jabatan bila sudah berakhir jabatannya namun masih menjabat itu bisa cacat yuridis dalam memutuskan perbuatan hukum di yayasan kami,tapi ketua pengurus yang telah melanggar di berikan kesempatan kembali untuk memperbaiki justru kembali melanggar dengan melakukan mufakat jahat untuk menjatuhkan kehormatan ketua pembina dan di duga menggunakan tergugat anggota pembina yang tidak mengerti persoalan untuk di kuasakan ke pengacara melakukan perbuatan2 sebagai anggota pembina untuk membuat akta otentik tanpa AHU dan di gunakan untuk menjatuhkan kehormatan ketua pembina YCPT Bpk Ichwan N Soebadio.
Oleh sebab itu surat peringatan di layangkan dan ketua pembina melalui Rapat pembina maka memberhentikan ketua pengurus,anggota pembina yang sebenarnya adalah putra ketua pengurus dan anggota sekretaris pengurus karena masuk dalam akta no 4 tanggal 10 November 2022 tanpa AHU dan membuat keterangan Palsu dalam Akta otentik tersebut maka melalui rapat Pembina di berhentikan dan keluar Akta terbaru no 13 20 Februari 2023.
Penggugat melalui kuasa hukumnya dalam gugatannya mau mencoret akta 171 tanggal 24 Oktober 2022 yang sebenarnya pengugat itu adalah anggota pembina yayasan Citra Pramita, dimana ia putra dari ketua yayasan yang diduga tidak memahami gugatan sendiri,
Coba pikir dalam Gugatan penggugat ingin mencoret Akta no 171 tanggal 24 Oktober
2022 dan menyatakan sah Akta no 99 tanggal15 April 2019 yang dimana dalam Akta 99 tanggal 15 April 2019 saya juga ketua Pembina nah ketua Pembina itu punya Hak yang sama dalam mengangkat dan memberhentikan pengurus dan pengawas atau anggota pembina dalam rapat pembina," jadi gugatan ini sebenarnya maunya tidak bisa semaunya ini yayasan bukan perseroan kata Ichwan.
keberadaan Yayasan Citra Pramita Tangerang memutuskan untuk menertibkan seluruh kesalahan yang terjadi di Yayasan/Universitas Pramita Indonesia bahwa dalam persoalan ini Para Pengurus yang sudah berakhir jabatannya dan tidak di angkat kembali dan ketua pengurus serta Rektor Yang di berhentikan di duga melakukan upaya yang telah merugikan yayasan dan mahasiswa ungkap Ichwan lagi.
Dijelaskan lagi, bahwa perlawanan hukum panik yang dilakukan oleh oknum-oknum yayasan serta Rektor lama UNPRI adalah perbuatan melawan hukum dengan melakukan mufakat jahat dengan membuat keterangan Palsu di kepolisian Polres Tangerang Selatan dengan nomor laporan : TBL/B/2226/XI/2022/SPKT/POLRES TANGERANG SELATAN /POLDA METRO JAYA. Sabtu tanggal 5 November 2022.
" dan yang lebih anehnya lagi dalam laporan tersebut salah satu saksi tersebut sejak 2019 berada di Australia dan berwarga negara Australia yang di cantumkan sebagai saksi yang seharusnya saksi itu melihat dan mendengar atau menyaksikan," kata Ichwan.
Seperti diketahui dalam pembuatan Akta no 4 tanggal 10 november 2022 akta tersebut secara notabene tidak terdaftar dalam Administrasi kemenkumham dan diduga memalsukkan keterangan palsu dalam akta otentik yang dimana isinya memberhentikan ketua pembina karena ketua pembina mengadakan Rapat pembina tanpa sepengetahuan pembina lainnya dan persetujuan pembina lainnya dan mengangkat ketua pembina baru yang berwarga negara Australia tinggal di Australia yang sebenarnya adalah ada bukti2 undangan Rapat dan balasan namun tidak sesuai aturan Anggota pembina tidak pernah menghadiri Undangan Rapat Pembina yang di adakah 2 kali sesuai Ad/Art Yayasan dan tidak kooperatif juga tidak koordinatif untuk menghormati Rapat tersebut yang di tempuh sudah sesuai aturan yayasan Namun ketua Pengurus dan Rektor yang telah di berhentikan menggunakan akta otentik Palsu itu untuk menjatuhkan kehormatan ketua pembina di hadapan jajaran Rektorat dan staff Universitas dan merusak sistem yayasan dan sistem regulasi universitas serta melakukan kegiatan Perkuliahan/Belajar Mengajar di ruko-ruko yang tidak jelas dan tanpa sepengetahuan/izin serta membahayakan mahasiswa karena melakukan perkuliahan tidak pada tempatnya.
Kini pihaknya telah melakukan langkah lebih tegas dengan membuat Rapat yayasan dan menerbitkan akta terbaru no 13 tanggal 20 Februari 2023 yang terdaftar di kemenkumham dan di terima dengan no AHU-AH .01.06-0009004. Dimana ketua Yayasan sebelumnya di jabat oleh Sdri Haura Adawiyah. SE di berhentikan di gantikan dengan Bpk Mohamad Rezal Comando SE.MM.
Sementara itu, Ilham dari Kemenkumham RI, menegaskan bahwa pihaknya tidak sampai terlalu jauh menyoroti permasalahan internal yang kini terjadi di Yayasan Citra Pramita Tangerang dan Universitas Pramita Indonesia (UNPRI) Tangerang Karena Hanya turut tergugat.
" kami hadir disini mengikuti sejak mediasi pertama hingga mediasi kedua ini, dan jalannya mediasi 30 hari menurut aturan, disini kami hanya melihat akte yang terbaru dikeluarkan oleh Kemenkumham dengan nomor 13 tanggal 20 Februari 2023 dan di terima dengan no AHU-AH .01.06-0009004," jelas Ilham.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Rektor baru Universitas Pramita Indonesia (UNPRI). Dr. Halim Darmawan. SH. MH.C.LA. bahwa seorang Rektor itu adalah seorang Akademis yang sesungguhnya ia hanya fokus pada kegiatan yang dilakukan oleh Dosen, Senat, Dekan, serta para Mahasiswa yang ada di kampus, dan ada batasan yang dilakukan oleh seorang rektor tersebut.
" Rektor hanya mengurusi pada kegiatan kampus saja dan lainnya tidak, tapi disini ko Rektor urusi administrasi keuangan Yayasan segala, termasuk menanda tangani yang bukan pada bidangnya/kewenangannya," ucap Halim, yang juga Tenaga Ahli Polda Metro Jaya.
Ditambahkan, bahwa ia melihat seorang Rektor disuatu perguruan tinggi yang memiliki gelar S2, ia tidak berhak Menguji apalagi mengajar/ meluluskan pada mahasiswa yang gelarnya sama serta menanda tanganinya, disini ia melihat salah besar Rektor tersebut.
" harusnya mahasiswa yang mengambilan gelar S2 tersebut ditanda tangani oleh Minimal Doktor, diatas gelar S2, bukannya oleh gelar yang sama, itu nantinya uang habis dan gelarnya tak memenuhi persyaratan," ucapnya lagi.
Editor ( Estty)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar