JAKARTA | BHAYANGKARA MERDEKA
Dengan situasi dan kondisi dampak Pandemi covid-19 yang tak kunjung dapat terselesaikan bahkan menjadi berkembang dengan cepat varian omicron akan berpengaruh bagi kemajuan dunia usaha sehingga mengakibatkan PHK dan pengangguran semakin bertambah, maka tidak tepat kebijakan Menteri Ketenagakerjaan menerbitkan Permenaker No 2/2022 tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat jaminan hari tua,” demikian tutur Dato Muh. Zainul Arifin, SH. MH. pengamat ketenagakerjaan dan praktisi hukum dari Kantor Hukum MZA & Partners.
"Menteri Ketenagakerjaan tidak memiliki nilai Sense of Crisis dimasa pandemi covid-19. Terkait dengan Jaminan Hari Tua (JHT), perlu kita lihat terlebih dahulu semangat filosofi diberlakukannya JHT di Indonesia merupakan bentuk perlindungan dan jaminan pekerja yang sudah tidak produktif bekerja agar tetap memiliki penghasilan yang cukup untuk melanjutkan kehidupannya. Presiden Jokowi perlu evaluasi terkait kebijakan Menteri Ketenagakerjaan dan Ganti Menteri Tenaga Kerja". Demikian yang di kutip dari press rilis yang di terima redaksi dari Dato Muh. Zainul Arifin, SH. MH.
Selanjutnya Dato Muh. Zainul Arifin (MZA) menyoroti kebijakan Permenaker tersebut sangat jelas bertentangan dengan asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik (AAUPB) yakni asas kemanfaatan, asas ketidak-berpihakan, asas kecermatan, dan asas kepentingan umum, dimana suatu beschikking yang diterbitkan pemerintah harus dapat mengakomodir kepentingan objek hukum yang mengaturnya dalam hal ini buruh atau pekerja.
"Jadi sangat wajar Menteri Ketenagakerjaan merupakan Menteri yang dinilai gagal oleh kaum buruh berdasarkan deretan catatan kebijakan yang tidak pro buruh dan Menteri lebih mengakomodir kepentingan pengusaha, salah satunya kebijakan tentang PHK dimasa Pendemi Covid-19 perusahaan diberikan ruang untuk menunda memenuhi hak-hak pekerja bagi perusahaan yang terdampak Covid-19."
Lebih lanjut Dato Muh. Zainul Arifin memberikan perbandingan soal Hasil konferensi lnternational Labour Organization (ILO) menyebutkan penyediaan jaring pengaman sosial bagi pekerja yakni berupa jaminan pensiun. Di Indonesia hal ini dikenal dengan Jaminan Hari Tua (JHT). Diklasifikasi menjadi tiga bagian bagi pekerja yang mengikuti program BPJS ketenagakerjaan, yakni Pekerja yang memasuki usia pensiun, pekerja yang berhenti bekerja karena cacat total tetap, dan pekerja yang meninggal dunia.
"Namun yang menjadi polemik bagi pekerja adalah pengaturan usia pensiun yang dianggap terlalu lama yaitu minimal 56 tahun, sehingga tidak dapat dicairkan sewaktu-waktu jika pekerja tersebut memiliki kebutuhan yang mendesak. Berbeda dengan negeri jiran yakni Malaysia, dimana program kebijakan pemerintahnya dengan istilah Kumpulan Wang Simpanan Pekerja (KWSP) pada tahun 2020 dapat dicairkan bagi Pekerja yang hanya mengalami dampak dari Covid-19."
"Dengan situasi dan kondisi dampak Pandemi covid-19 yang tak kunjung dapat terselesaikan bahkan menjadi berkembang dengan cepat varian omicron akan berpengaruh bagi kemajuan dunia usaha sehingga mengakibatkan PHK dan pengangguran semakin bertambah, maka tidak tepat kebijakan Menteri Ketenagakerjaan menerbitkan Permenaker No 2/2022 tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat jaminan hari tua," demikian penjelasannya.
"Presiden Jokowi sudah seringkali menyampaikan kepada kabinetnya bahwa seorang Menteri yang diberikan amanah untuk melayani kepentingan rakyat harus memiliki nilai-nilai sense of crisis di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini. Namun apa yang terjadi Ibu Ida sebagai Menteri tidak memiliki nilai itu dan melawan perintah Presiden, sudah barang tentu Presiden wajib mengevaluasi dan mengganti Menteri Ketenagakerjaan dari Partai PKB tersebut."
"Maka perlu ada perlawanan dari rakyat atas kebijakan Menteri Ketenagakerjaan yang tidak pro rakyat dan harus dilakukan perubahan atau dicabut. Dampak Permenker ini sesungguhnya bukan hanya kalangan buruh saja yang merasakan tapi pekerja formal perkantoran juga mengalami hal yang sama. Untuk itu dilakukan upaya perlawanan hukum yang konstitusional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku salah satunya Melakukan Gugatan Ke PTUN Jakarta atas diterbitkanya Permenker No 2/2022 untuk dibatalkan berdasarkan Putusan Majelis Hakim. Karena Permenker tersebut bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan dan Asas Umum pemerintahan yang baik (AAUPB) sebagaimana disebutkan didalam Pasal 53 ayat (2) tentang PTUN," demikian rilis yang dikutip oleh redaksi dari Dato MZA
(Mifta Hadi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar